Selasa, 28 Desember 2010

Waduk Bening Madiun


Jika anda mempunyai hobby memancing dan rindu menghabiskan weekend di tempat pemancingan sekaligus bersama keluarga dan anak-anak, Waduk Bening Widas Madiun adalah jawabannya. Berlokasi di Desa Widas, Kec. Saradan, Kab. Madiun, Jawa Timur, waduk yang luasnya mencapai 860 km2 ini mempunyai banyak keistimewaan didalamnya.Selain bisa memuaskan hobby memancing anda, tempat wisata berjarak sekitar 40 km ke arah Utara dari pusat kota Madiun ini juga menyajikan panorama alam nan hijau dan indah berupa daerah perbukitan Gunung Wilis Madiun dan Gunung Pandan Bojonegoro. Dijamin, bisa membuat anda dan keluarga betah bersantai lama-lama disekitarnya.


Fasilitas tempat wisata

Andalan utama Waduk Bening Widas Madiun berupa tempat pemancingan yang oke punya. Tak jauh dari pintu masuk waduk, anda akan melihat deretan pohon-pohon rindang berjejer rapi di tepi waduk dan cukup untuk menaungi para pemancing yang sedang asyik berburu ikan. Meski udara pada waktu siang hari di kawasan ini cukup terik, namun anda tak perlu risau. Banyak tempat-tempat perteduhan yang bisa dimanfaatkan untuk beristirahat. Ikan-ikan yang dipelihara didalam waduk seluruhnya dikelola oleh Jasa Tirta (Pemkab) Madiun. Berbagai jenis ikan air tawar seperti nila, wader, dan mujair, baik berukuran besar, sedang, maupun kecil bisa anda temui disini. Jika beruntung, anda juga bisa mendapatkan ikan gabus atau dorang.

Bila para pemancing yang ingin memasak langsung ikan-ikan hasil tangkapannya, mereka bisa menyewa jasa pengelola rumah makan yang banyak dibuka disekitar waduk. Dan jika ingin membawa ikan hasil pemancingan atau menjaring dari waduk, biasanya dikenakan biaya tambahan, dihitung per kilogram dari setiap ikan yang didapatnya.Selain tempat memancing, Waduk Bening Widas Madiun juga dilengkapi dengan taman bermain anak-anak dan beberapa perahu yang bisa disewa untuk berkeliling waduk selama 30 sampai 45 menit ditemani para pemandu wisata dari masyarakat setempat. Ada juga kandang pemeliharaan binatang kancil dan cagar alam berupa pohon-pohon langka yang sengaja ditanam dan dilindungi Sayangnya, tempat penginapan kurang memadai di tempat wisata ini. Jika ingin menginap, disarankan untuk mencarinya diluar lokasi waduk. Peralatan memancing seyogyanya juga dipersiapkan sendiri dari rumah, karena agak sulit mendapatkan tempat yang menyediakan peralatan memancing yang bagus didalam kawasan waduk.
Wisata kuliner
Bagi anda yang malas bersusah-payah memancing ikan di waduk dan menunggu ikan-ikan hasil tangkapan anda diolah, bisa langsung memesan menu-menu idola di warung-warung makan yang sudah ada. Selain masakan berbagai jenis ikan air tawar, anda juga bisa memesan nasi pecel yang menjadi makanan khas Madiun dan membawa Brem sebagai oleh-oleh untuk keluarga, tetangga, atau sahabat-sahabat di rumah.

Rute perjalanan
Dari pusat kota Madiun, perjalanan memakan waktu sekitar 1 - 1,5 jam menggunakan kendaraan umum. Jalanan menuju ke Waduk Bening Widas Madiun termasuk sangat mudah dijangkau berbagai jenis kendaraan mulai dari sepeda, sepeda motor, mobil bribadi, sampai bis atau truk karena semuanya sudah beraspal baik dan berada di lokasi yang dekat dengan jalan raya Madiun - Nganjuk, tepatnya di kawasan hutan jati Saradan.Jika anda dari arah Nganjuk, tidak perlu sampai ke pusat kota Madiun lebih dulu. Begitu memasuki kawasan hutan jati Saradan, anda bisa langsung mengikuti petunjuk di tepi jalan yang akan memandu anda sampai ke Waduk Bening Widas Madiun. Bagi yang tidak membawa kendaraan pribadi, banyak kendaraan umum yang bisa anda gunakan menuju tempat wisata ini. Semua bis mini ataupun bis besar ke arah Madiun - Nganjuk atau Surabaya (dan dari arah sebaliknya) akan melewati Waduk Bening Widas Madiun. Namun, dari pintu gerbang waduk anda masih perlu berjalan kaki sekitar 500 m untuk sampai ke tempat pemancingan dan kawasan waduk utamanya.

Selasa, 14 Desember 2010

Leduk Magetan, Padukan Tradisi Islam dan Jawa


Menjelang datangnya bulan Suro, sebuah tradisi unik digelar warga Magetan, Jawa Timur. Namanya lomba musik ledhug. ledhug sendiri singkatan dari lesung dan bedhug, yang merupakan gabungan kebudayaan Jawa dan Islam. Di sini para peserta diadu kepiawaiannya dalam mengkolaborasikan kedua alat musik tadi, sehingga menghasilkan irama merdu yang enak untuk dinikmati.Lomba musik ledhug digelar di AlunAlun Magetan, Jawa Timur, Senin Siang. Belasan peserta ambil bagian dalam even ini,
Keunikan lomba yang hanya digelar setahun sekali di setiap menjelang datangnya bulan Suro tersebut. Kemudian, alat musik yang dipakai, hanya lesung dan bedhug. Kedua alat musik tersebut, merupakan simbul dari dua kebudayaan berbeda. Yaitu kebudayaan Jawa dan Islam.Dalam satu peserta, jumlah pemainnya bisa mencapai belasan orang. terdiri laki-laki dan perempuan. Mereka terbagi dalam berbagai tugas, mulai vocal, penabuh lesung, penabuh bedhug, backing vokal serta penari.

Seiring perkembangan jaman dan hasil kreatifitas para peserta, lomba musik ledhug khas Magetan terus mengalami perubahan.Meski alat musik wajib dalam lomba ini adalah lesung dan bedhug, namun menambahkannya dengan alat musik rebana dan kendang.Sementara kriteria penilaian dalam lomba ini, adalah kolaborasi dalam memainkan alat musik lesung dan bedhug.Penampilan serta penghayatan syair lagu wajib yang berjudul Magetan KumandangMenurut ceritanya, lomba musik ledhug khas Magetan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Namun tidak seorang pun tahu siapa tokoh atau orang yang pertama kali memprakarsai lomba ini

Minggu, 12 Desember 2010

Pesona Telaga Ngebel, Ponorogo




Danau ini disebut Danau Ngebel karena di wilayah kecamatan Ngebel. Hal ini terletak sekitar 24 km di utara-timur Ponogoro, danau Ngebel ini di lereng gunung Wilis dengan ketinggian 734 meter di atas laut dan suhu 22-32 celsius.Dengan luas permukaan sekitar 1,5 km, danau Ngebel dikelilingi oleh jalan sepanjang 5 km.Danau ini memiliki panorama yang menakjubkan, udara sejuk dengan kondisi alam gadis yang terus satu juta potensi untuk digali.
Kami juga bisa bertemu dengan berbagai buah-buahan seperti: durian, manggis, pundung, dll Di danau juga menyebar berbagai ikan, salah satunya adalah varietas ikan yang dilindungi. Hal ini Hampala ikan atau penduduk lokal bernama Ngongok ikan. Untuk itu tujuan, fasilitas akomodasi juga tersedia yang sudah untuk pengunjung yang ingin menghabiskan malam. Fasilitas ini dikelola oleh Pemerintah Daerah dan perusahaan swasta.


Menurut legenda yang berkembang di masyarakat, danau Ngebel dibentuk berdasarkan cerita tentang ular naga bernama "Baru Klinting".
Ketika mengambil ular yang bermeditasi dan tidak sengaja ia dipotong-potong oleh masyarakat sekitar untuk dimakan. Misterius ular berubah menjadi seorang anak yang kemudian mengunjungi masyarakat dan membuat kontes untuk mencabut tulang rusuk yang terpaku dengan dia ke tanah. Tidak bahkan satu berhasil melaksanakannya.


Setelah itu ia mencabut tulang rusuk ini, dan dari tulang rusuk lubang keluar air yang kemudian menjadi kolam besar yang menggenang dan menjadi danau Ngebel. Tampaknya danau Ngebel memiliki peran penting dalam sejarah Kabupaten Ponorogo, karena salah satu pendiri Kabupaten Ponorogo, Batoro Katong, sebelum melakukan kebesaran agama Islam di Kabupaten Ponogoro telah menghapus dirinya di kolam dekat danau Ngebel. Pada saat ini, dikenal sebagai kolam / Kucur Batoro.


Menikamati Sajian Tepo Tahu di Magetan





Manis, asam, pedas, dan sedikit wangi berpadu menjadi sebuah selera rasa yang khas. Begitu unik dan siap menggoda selera bagi siapapun yang mencicipinya.Biasanya kita mengenal ketoprak, kupat tahu, atau tahu telur. Di Magetan ada sajian kuliner yang mirip dengan ketiganya. Dan, mengenai rasa cukup unik dan bikin ketagihan.Menu tepo tahu, rasanya mirip seperti ketoprak atau tahu lontong. Sajian kuliner khas Magetan ini terdiri dari irisan tahu berbentuk dadu yang digoreng agak kering.

Untuk kemudian tahu gorengan itu dicampur dengan kuah yang unik. Terbuat dari campuran kacang tanah goreng, cabai, bawang putih, dan sedikit garam yang digoreng bersama daun jeruk, untuk kemudian digerus bersama air gula dan kecap secukupnya. Namun, pada tepo tahu tidak menggunakan petis sebagai bumbu utamanya, melainkan diganti dengan kecap manis.Rasa manis dan asam begitu kental terasa di lidah saat kita mencicipi kuahnya. Tepo tahu, sekali merasakan dijamin bikin ketagihan, untuk terus memburu kekhasan dan keunikannya.Setelah itu bisa ditambahkan kecambah pendek, daun seledri secukupnya. Tambahan daun seledri inilah yang kerap menggugah selera para penikmat tepo tahu.
Untuk tepo sebagai bahan utama dapat dibilang masih berkerabat dengan lontong pada umumnya. Tepo terbuat dari beras, lalu dibungkus dengan daun pisang berbentuk limas atau piramida. Setelah itu direbus berjam-jam hingga matang.Tepo tahu, demikian masyarakat Kabupaten Magetan menyebutnya. Makanan ini begitu populer di kabupaten seluas 662,7 kilometer persegi itu. Bahkan penggemar makanan ini tak hanya diburu dari dalam Magetan saja, melainkan juga masyarakat dari daerah lain yang kebetulan singgah di kota itu.

Potensi Desa Sumberdodol sebagai Desa Wisata




Desa Sumberdodol ternyata menyimpan potensi sumber air yang luar biasa. Di desa tersebut, ada 11 mata air. Yang terbesar adalah sumber Tirta Mudo. ”Sumber air merupakan kekayaan alam di sini..Selain untuk perairan sawah, 11 sumber tersebut untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat Sumberdodol dan sekitarnya. Tidak hanya itu, PDAM juga mengambil bahan baku dari Sumberdodol.

Selain itu, sumber air di situ juga dinikmati sejumlah desa di bawahnya. Yakni Sidokerto dan Cepoko. Kerjasama yang dijalin menggunakan sistem pembayaran hasil pertanian, berupa gabah.Tiap satu dim dibayar dengan satu ton gabah. Jadi kalau harga gabah bagus, ya tarifnya bagus. Kalau harga gabah sedang turun ya turun. Tapi tetap setara dengan gabah satu ton,” terang dia.

Tahun 2009 lalu, Desa Sumberdodol dipercaya oleh Pemprov Jawa Timur dan Pemkab Magetan sebagai salah satu pilot project desa wisata. Itu sebabnya, di kawasan ini dibangun sebuah kolam renang. Kolam untuk anak-anak tersebut berada di belakang balai desa.Meski dalam taraf pembangunan, namun setiap hari libur sudah dikunjungi masyarakat sekitar. Tiket masuknya pun sangat murah. Hanya Rp 2 ribu per orang. ”Uang tiket masuk masuk kas desa untuk dikelola,” jelas Suparmin.

Ke depan, tidak hanya kolam renang. Akan tetapi, pihak pemerintahan desa juga akan membangun tempat bermain anak-anak dengan lokasi berdekatan dengan kolam tersebut. Selain itu, kami juga mengandalkan keasrian alam dan lahan pertanian sebagai lokasi desa wisata. Di Sumberdodol, lahan pertanian memang menyuguhkan pemandangan yang indah. Apalagi jika wisatawan datang bersamaan dengan musim tanam atau pas panen raya. Di desa tersebut, petani masih menggunakan bajak tradisional dengan kerbau atau sapi sebagai alat penggeraknya.

Kamis, 09 Desember 2010

Wisata Sejarah ke Museum Trinil


Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kurang lebih 1,5 juta tahun yang lalu. Situs Trinil ini amat penting sebab di situs ini selain ditemukan data manusia purba juga menyimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya.Museum Trinil terletak di Jalan Raya Solo – Surabaya, Pedukuhan Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi, dan untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum tersebut. Kalau bertanya sama seseorang hanya dijawab, “ Pokoknya belok ke gang yang ada gapura hitamnya,”. Akhirnya setelah bertanya selama dua kali, sampailah kami di lokasi museum.

Pintu gerbang museum yang sangat sederhana terlihat setelah masuk ke dalam 1 km dari jalan raya utama, kemudian kami melapor ke pos penjaga untuk membayar tiket masuk. Memang luar biasa murah kalau boleh dikatakan, bayangkan untuk melihat peradaban jutaan tahun yang lalu hanya dikenakan biaya masuk seribu rupiah per orang. Ketika masuk ke lokasi parkir, kesan pertama yang timbul adalah bahwa museum ini kurang optimal perawatannya, terutama dalam hal fasilitas dan kebersihan.
Masuk ke dalam museum kami mendapati ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Diantaranya adalah : fosil tengkorak manusia purba ( Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi ), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulng rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).



Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak : Australopithecus Afrinacus Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium. Selain fosil-fosil tengkorak yang tersebut hal yang menarik lainnya adalah, adanya sebuah tugu tempat penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan.
       
Wirodihardjo atau Wiro balung alias Sapari dari Kelurahan Kawu adalah seorang sukarelawan yang menyadari bahwa tugu itu mempunyai makna yang besar dan sangat berguna bagi penelitian selanjutnya. Wajar ia berpendapat begitu, karena ia telah menyaksikan ekspedisi atau penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan setelah penggalian yang dilakukan E.Dubois dan Salenka. Orang asing atau mahasiswa datang silih berganti untuk melakukan ekspedisi yang tentunya dengan biaya yang mahal. Oleh karena itu, sebagai putra daerah tersebut, ia merasa ikut bertanggungjawab atas kelestarian tempat itu.



Kehadiran Wirodiharjo di Trinil sangat berarti, karena beliau menjadi tempat untuk bertanya para pengunjung tentang fosil di Trinil. Walaupun tempat tersebut terkenal sebagai daerah fosil, namun kenyataan waktu itu tidak satupun fosil yang ada di Trinil. Untuk itulah ia mengumpulkan setiap fosil yang ditemukan di sungai Bengawan Solo. Selain itu Pak Wiro juga mendapat laporan dari penduduk sekitar bahwa mereka menemukan fosil. Dari hari ke hari fosil yang dikumpulkan dari tiga desa ; sebelah barat Desa Kawu, sebelah utara Desa Gemarang dan sebelah timur Desa Ngancar bertambah banyak, atas tinjauan Kepala Seksi Kebudayaan Depdikbud Ngawi waktu itu ( Pak Mukiyo ) ia mendapat bantuan tiga buah almari untuk menyimpan fosil-fosil tersebut. Sejak saat itulah Pak Wirodiharjo terkenal dengan sebutan Wiro Balung yang berarti Pak Wiro yang suka mengumpulkan balung-balung ( tulang ).


Dan selanjutnya pada tahun 1980/1981 Pemerintah daerah setempat mendirikan museum untuk menampung fosil-fosil tersebut yang diresmikan oleh Bapak Gubernur Jatim “Soelarso” pada tanggal 20 Nopember 1991. Namun sayang Wiro Balung sudah tiada sejak 1 April 1990 dan keahlian beliau diteruskan oleh anaknya Mas Sujono ( 37 ) yang sekarang menjad juru kunci Museum Trinil. Selain dari diorama yang ada, Mas Sujono juga banyak memberikan keterangan tambahan kepada kami.
Diantara tambahan keterangan Mas Sujono yang sangat penting adalah,”Bahwasannya Trinil merupakan daerah padang savanna pada masa lampau. Kenapa ? karena adanya manusia, banteng, gajah dan hewan-hewan yang lain yang tumbuh di satu area. Hal ini cukup menunjukkan kalau dulu daerah ini adalah savanna. Namun kemudian setelah adanya letusan Gunung Lawu yang berturut-turut hancurlah peradaban yang ada di Trinil dan sekitarnya,” kata Mas Sujono dengan mimik serius. Dengan melihat Museum Trinil suatu kearifan dapat kita tarik dari berbagai temuan para ilmuwan tentang manusia purba. Adalah suatu kenyataan bahwa dibalik keanekaragaman wujud kehidupan kita dewasa ini, sesungguhnya ada kesamaan asal-usul kita seluruhnya sebagai manusia

Menikmati Alam Perkebunan Teh Jamus







Pengembangan Wisata Agro Perkebunan Teh Di Jamus Ngawi ini merupakan usaha merancang kembali sebuah tempat wisata perkebunan teh Jamus yang terletak di desa Giri Kerto Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi, sebagai bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang perkebunan yaitu teh. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut.


Komoditas pertanian (mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan) dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam mempunyai daya tarik kuat sebagai Wisata Agro. Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat.Kecenderungan wisata untuk kembali ke alam menyebabkan pengembangan daya tarik wisata yang berbasiskan alam menjadi potensial, tak terkecuali wisata yang berbasiskan alam pertanian (wisata agro). 




Obyek wisata agro tidak hanya terbatas kepada obyek dengan skala hamparan yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi obyek wisata yang menarik. Cara-cara bertanam teh, acara panen teh, pembuatan teh, serta cara-cara penciptaan varietas baru teh merupakan salah satu contoh obyek yang kaya dengan muatan pendidikan yang dapat dijual kepada wisatawan disamping mengandung muatan kultural dan pendidikan juga dapat menjadi media promosi. Adanya potensi Pengembangan



Obyek Wisata Agro perkebunan teh di Jamus ini bertujuan untuk mengembangkan sektor kepariwisataan yang diarahkan pada diversifikasi produk pariwisata dalam bentuk Wisata Agro, dan mewujudkan Obyek Wisata Perkebunan Teh di Jamus yang dinilai memiliki potensi bagi kemungkinan tumbuh dan berkembangnya bentuk-bentuk Wisata baru serta memberikan gambaran tentang diversifikasi Produk Wisata yang dapat dikembangkan di lokasi tersebut, dengan konsep (rekreasi, pendidikan, pelestarian lingkungan alam dan buatan) sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah dan cepat bagi kepentingan perencanaan dan pengembangan di masa yang akan datang.




Jumat, 26 November 2010

Pasar Klewer, Pasar Batik Terbesar di Indonesia



 

Berkunjung ke suatu tempat tanpa menyempatkan diri untuk berbelanja, akan terasa kurang lengkap. Di kota Surakarta terdapat tempat yang tepat kita kunjungi untuk sekedar membeli oleh-oleh atau memuaskan kegemaran kita untuk berbelanja. Pasar Klewer. Pasar yang bersebelahan dengan keraton Kasunanan Solo ini, merupakan surga belanja bagi wisatawan yang cinta akan batik,kain khas Indonesia. Di pasar ini koleksi batiknya beraneka ragam, baik jenis maupun motifnya, harga yang ditawarkan pun cukup murah, mulai belasan ribu hingga ratusan ribu rupiah.Selain batik Solo dan batik asli Surakarta, sentra grosir kain batik terbesar di Jawa Tengah ini juga menyediakan ragam batik dari daerah-daerah lain, seperti Banyumas, Yogyakarta, Pekalongan, Madura, Betawi, dan kota-kota lainnya


Di pasar ini juga menyediakan kain batik untuk seprei, sarung bantal, dan bermacam aksesoris lain berbau batik.Selain batik, pasar dengan 2064 unit kios ini juga menjual barang kebutuhan lain, seperti aneka kerajinan, barang-barang elektronik, barang keperluan rumah tangga, pakaian non batik, dan lainnya. Pasar ini juga dilengkapi fasilitas online bagi pengunjung yang ingin berkonsultasi, melihat atau memesan koleksi barang yang ada sebelum berkunjung langsung.Koleksi yang lengkap, harga yang terjangkau, tempat yang luas dan nyaman, serta keramahan penjualnya, menjadikan anda merasa ingin senantiasa kembali mengunjunginya.